Rabu, 01 April 2015

SKTP PNS Terbaru 2015




Data Tunjangan SKTP Guru PNS masih bermasalah seluruh indonesia . . . .

Pihak P2TK dikdas resmi mengeluarkan data terbaru terkait tunjangan terutama SK Tunjangan Profesi Dikdas untuk tahun 2015, yang diupdate pada 30 Maret 2015.
Bapak/Ibu yang berkepentingan dapat mengambil/melihat informasi data mengenai SKTP yang sudah keluar atau yang masih bermasalah.

SKTP PNS Terbaru Per 30 Maret 2015
Link DOWNLOAD 


Semoga informasi singkat ini dapat menjadi panduan bagi bapak/ibu, dan operator sekolah untuk memperbaiki data menjadi berkualitas . . . . 


Salam Satu Data Berkualitas . . . . 

Selasa, 24 Maret 2015

KEBIJAKAN PELAKSANAAN UN 2015

INFOGRAFIS KEBIJAKAN UN 2015


Menindaklanjuti seruan dari Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Menyangkut sosialisasi UN (Ujian Nasional) tingkat SMP,SMA/MA, SMK di periode tahun 2015, maka saya mencoba menuangkan info tersebut lewat blog ini (dalam bentuk screenshoot) ...

Dengan harapan, info ini dapat diteruskan ke lingkungan sekolah dan masyarakat serta dapat disosialisasikan dengan baik ...

Kepada para GTK Yth.
Sebagai persiapan pelaksanaan UN 2015, dihimbau kepada setiap GTK untuk menjadi Ambassador guna menjelaskan kebijakan terbaru UN periode 2015 kepada masyarakat dan komunitas pendidikan di sekolah masing-masing.













Minggu, 01 Maret 2015

CALON PESERTA SERGUR KAB.HALUT 2015

DAFTAR NAMA-NAMA CALON PESERTA SERTIFIKASI GURU 
KABUPATEN HALMAHERA UTARA
TAHUN 2015

















UN SD DIHAPUS

Sebagai Bahan Referensi, Sebab dihapusnya UN untuk Tingkat Sekolah  Dasar
Dikutip dari :
https://disdikjakarta.wordpress.com/2013/05/14/dampak-kurikulum-2013-un-sd-20132014-di-hapusss/

Pemerintah akan menghapus Ujian Nasional ditingkat Sekolah Dasar (SD). Penghapusan UN tingkat SD terkait dengan akan diterapkannya kurikulum baru pada tahun ajaran baru 2013/2014 mendatang.
Dikutip dari situs Setkab.go.id, Selasa (14/5/213), ketentuan itu tertuang dalam PP 32/2013 tentang Perubahan atas PP 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang telah disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 7 Mei 2013 lalu.
Menurut PP ini, Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelanggarakan Ujian Nasional yang diikuti Peserta Didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar dan menengah, dan jalur nonformal kesetaraan.
“Ujian Nasional untuk satuan pendidikan jalur formal pendidikan dasar sebagaimana dimaksud, dikecualikan untuk SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat,” bunyi Pasal 67 Ayat (1a) PP No. 32/2013 ini.
Pada Pasal 69 PP ini disebutkan, bahwa setiap Peserta Didik jalur pendidikan formal pendidikan dasar dan menengah dan jalur pendidikan nonformal kesetaraan berhak mengikuti Ujian Nasional, dan berhak mengulanginya sepanjang belum dinyatakan lulus. Serta kewajiban bagi Peserta Didik untuk mengikuti satu kali Ujian Nasional tanpa dipungut biaya. Namun pada Ayat (2a) Pasal 69 PP itu ditegaskan, Peserta Didik SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat dikecualikan dari ketentuan mengikuti Ujian Nasional itu.
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 ini bahkan secara tegas menghapus ketentuan Pasal 70 Ayat (1,2) PP No. 19/2005, yang didalamnya disebutkan mengenai materi Ujian Nasional tingkat SD dan sederajat, yang sebelumnya mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matemika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Menurut Pasal 72 Ayat (1) PP ini, Peserta Didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: a. Menyelesaikan seluruh program Pembelajaran; b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran; c. Lulus ujian sekolah/madrasah; dan d. Lulus Ujian Nasional.
Khusus Peserta Didik dari SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat, menurut Pasal 72 Ayat (1a) PP ini, dinyatakan lulus setelah memenuhi ketentuan pada Ayat (1) huruf a, b, dan c (tidak ada kata-kata lulus Ujian Nasional, red).
“Kelulusan Peserta Didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri,” bunyi Pasal 72 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 ini.
Menurut PP ini pula, ketentuan pengecualian Ujian Nasional SD/MI/SDLB atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 Ayat (1a) berlaku sejak tahun ajaran 2013/2014.
Di dalam PP ini juga dijelaskan, lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
“Standar Nasional Pendidikan digunakan sebagai acuan Pengembangan kurikulum untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional,” bunyi Pasal 2 Ayat (1a) PP tersebut.
Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai acuan Pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar Pembiayaan.
“Standar Isi dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri,” bunyi Pasal 5 Ayat (4). Pada PP terdahulu tidak ada kata-kata BSNP.
Menyangkut Materi Pendidikan sebagai bagian dari Standar Isi dalam Standar Nasional Pendidikan, PP ini menegaskan bahwa ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria: a. Muatan wajib yang ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan; b. Konsep keilmuan; dan c. Karakteristik satuan pendidikan dan program pendidikan.
Sementara Tingkat Kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria: a. Tingkat perkembangan Peserta Didik; b. Kualifikasi Kompetensi Indonesia; dan c. Pengusaan Kompetensi yang berjenjang.
PP ini secara tegas menghapus Ketentuan Pasal 6 sampai dengan Pasal 18 pada PP No. 19 Tahun 2005 yang di antaranya berisi tentang: a. Pengelompokan mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (misalnya agama, kewarganeraan, pendidikan jasmani, dsb); b. Pengaturan kurikulum untuk agama, ilmu pengetahuan dan tehnologi; c. Ketentuan mengenai beban belajar; d. Pelaksanaan pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan e. Pengembangan kurikulum pada masing-masing satuan pendidikan.
Menyangkut pengadaan Buk Teks Pelajaran, Pasal 43 Ayat (5a) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 ini menegaskan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan akan menetapkan buku tersebut sebagai sumber utama belajar dan Pembelajaran setelah ditelaah dan/atau dinilai oleh BSNP atau tim yang dibentuk oleh Menteri.
Hal penting lain dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 ini adalah menyangkut ketentuan penilaian hasil belajar. PP ini hanya menegaskan bahwa penilaian hasil belajar digunakan untuk: a. Menilai pencapaian Kompetensi Peserta Didik; b. Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan c. Memperbaiki proses pembelajaran.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian hasil belajar oleh pendidikan diatur dengan Peraturan Menteri,” bunyi Pasal 64 Ayat (2e) PP No. 32/2013 ini.
Adapun ketentuan mengenai penilaian pada mata pelajaran Agama, Ahlak Mulia, Kewarga Negara, Ilmu Pengetahuan, Estetika, Jasmani dan Olahraga, serta Kesehatan yang tertuang dalam Pasal 64 Ayat (3,4,5,6,dan 7) PP No. 19/2005 dinyatakan dihapus.

SUMBER detiknews


Jumat, 27 Februari 2015

KURIKULUM DI FINLANDIA


Hasil gambar untuk gambar kurikulum
ADA BEBERAPA HAL YANG DAPAT SAYA GARIS BAWAHI MENGENAI KEHIDUPAN DI SEKOLAH FINLANDIA. SETIDAKNYA MAMPU MEMBERIKAN PENCERAHAN BAGI GAYA DIDIKAN DI INDONESIA.

1. Persamaan

Persamaan (equality) menjadi dasar utama dalam kesuksesan pendidikan di Finlandia. Mereka memberikan gaya pengajaran, kurikulum, dan fasilitas yang sama bagi seluruh sekolahan. Mereka tidak juga membagi kelas berdasarkan nilai, hingga tiada istilah kelas unggulan dan kelas biasa. Semuanya bercampur tanpa kotak-kotak si pintar dan si bodoh. Pun tiada ranking dalam seluruh penilaian, baik itu ranking murid di dalam kelas, ranking antar kelas dalam satu sekolah, ranking antar sekolah dalam satu wilayah, hingga ranking sekolah berdasarkan propinsi. Bahkan tidak dianjurkan memberikan nilai dalam bentuk angka. Sistem seperti ini bertujuan agar tidak ada kesenjangan antar murid maupun antar sekolah. Ditambah dengan tiada sekolah swasta dan bebas aneka pungutan, semakin membuktikan kalau Finlandia pantas meraih predikat negara dengan sistem pendidikan terbaik.

2. Waktu Bersekolah

Pada dasarnya, sekolah memberikan kebebasan bagi anak-anak untuk kapanpun memulai masuk dalam pendidikan formal. Namun, umumnya anak-anak Finlandia baru bersekolah pada usia tujuh tahun. Masa dirasa cukup bagi para bocah untuk belajar, setelah tahun-tahun sebelumnya mendapatkan kebebasan penuh hanya puas bermain terlebih dahulu. Umur tersebut dirasa waktu paling tepat bagi anak-anak untuk mengenal dunia belajar di dalam kelas.

3. Belajar Mengajar


Mereka membentuk perangai murid yang kritis. Anak-anak boleh berlari di dalam kelas, diijinkan untuk bertanya kapan saja kepada guru, sesekali berkutat dalam kelompok untuk mengenal arti kerja sama. Uniknya, setiap anak mendapatkan tugas yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setiap guru dituntut untuk mengenal pekerjaan apa yang cocok untuk setiap muridnya. Bahkan guru jarang sekali lama-lama berbicara seorang diri di depan kelas. Sebagian besar waktu digunakan untuk belajar sambil bermain bersama murid-murid. Rentang waktu belajar mengajar di sekolah Finlandia justru paling pendek, sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan dengan bermain di luar daripada di dalam kelas. Satu hal lain yang tak kalah pentingnya, mereka jarang sekali memberikan pekerjaan rumah (PR).

4. Guru Terbaik

Setiap guru mengurus jumlah murid yang terbilang kecil, sekitar dua puluhan siswa. Guru tersebut juga terus-menerus yang menjadi tenaga pengajar selama beberapa tahun pada kelompok siswa tersebut. Hal ini dimaksudkan agar ada kedekatan secara personal antara guru dengan murid, selain itu guru akan mengenal baik perkembangan muridnya dari tahun ke tahun. Dengan tujuan akhir, guru dapat menuntun siswanya untuk mengembangkat bakat dan kemampuan mereka.

Finlandia melakukan perekrutan hanya kepada guru-guru yang berkualitas. Tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi merangkul anak-anak untuk mengembangkan kreativitas. Guru pun tidak wajib menuruti 100% silabus dari pemerintahan tetapi memiliki hak sepenuhnya untuk bersuara demi kemajuan pendidikan mereka. Di sinilah peran aktif guru yang harus bersikap inovatif dalam proses belajar mengajar. Mereka membuka akses seluas-luanya kepada murid-muridnya yang ingin berkomunikasi, melalukan konseling, hingga dalam menghadapi kesulitan.

Saya seperti tumbuh dengan anak-anak saya sendiri. Saya melihat masalah yang mereka hadapi ketika mereka kecil. Dan, kini setelah lima tahun, saya masih melihat dan memahami perkembangan yang terjadi dalam masa muda mereka, langkah terbaik yang bisa mereka lalukan. Saya katakan kepada mereka saya seperti ibu sekolah mereka” tuturnya. (Ibu guru Marjaana Arovaara-Heikkinen-pen) [http://mediaonlinenews.com/dunia/firlandia-negara-dengan-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia]

Di setiap akhir tugas, guru melakukan evaluasi mengenai perkembangan masing-masing anak didiknya. Tentu saja, guru mendapatkan kompensasi yang setimpal, sebagai profesi yang sangat membanggakan karena memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak bangsa.

5. Kurikulum

Foto: Kurikulum Finlandia (info dari: http://www.metafilter.com/tags/finland)

6. Bebas Kepentingan

Pemerintah Firlandia bertanggung jawab penuh terhadap perkembangan murid, guru, dan kondisi sekolah. Pihak tersebut juga 100% terbebas dari kepentingan kelompok tertentu, kepentingan para pendidik, kepentingan bisnis, maupun politik dan militer. Tidak ada istilah buku-buku, aneka les privat yang dimanfaatkan sebagai komoditas. Sekolah benar-benar bersifat mandiri dan diperuntukkan untuk menyetak generasi penerus bangsa yang berbobot.

7. Budaya Membaca

Faktor luar yang juga menentukan adalah budaya membaca yang sudah berpendar di khalayak Finlandia. Peran orang tua juga penting sebagai pihak pertama yang menanamkan budaya membaca tersebut. Sehingga para bocah tersebut sudah terbiasa dengan budaya membaca sedari kecil.


Berdasarkan tes PISA (Program For International Student Assessment), yang bertugas menguji perkembangan anak-anak sekolah pada usia 15 tahun di seluruh dunia, membuktikan kalau anak-anak Finlandia mengalami kemajuan yang pesat. Program yang dilaksanakan oleh Organisation For Economic Co-operation and Development (OECD) ini untuk mendapatkan metode pendidikan yang paling sempurna di dunia.
Poin-poin tersebut dapat menjadi ikhtibar bagi perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia. Agaknya banyak hal pada sistem pendidikan Indonesia yang perlu diperbaiki. Mulai dari pemerataan pendidikan di seluruh wilayah, gaya pengajaran, penyeleksian guru ulung bukan sekedar rentang waktu pengabdian, hingga dukungan dari masyarakat Indonesia. Semua hal tersebut memiliki satu tujuan, yaitu menciptakan sistem pendidikan yang tepat bagi anak-anak bangsa sebagai pemegang tongkat estafet pemimpin di masa depan.

LINGKUNGAN YANG KONDUSIF

Saya kembali teringat dengan pemikiran Charlotte Mason, seorang pendidik yang menghabiskan hidupnya dengan meningkatkan kualitas pendidikan anak-anak. Saya cukup tergelak dengan keyakinan kalau tenaga pengajar jangan mengambil alih tugas anak-anak dalam mencerna pelajaran dengan sendirinya. Guru-guru bukanlah sosok yang bertugas untuk sekedar melakukan transfer ilmu, tetapi sebagai pembimbing bagi anak-anak untuk menyelami pelajaran, karena setiap anak terlahir dengan unik dan memiliki karakteristik tersendiri.
Charlotte emphasized treating each child as a person, not as a container into which you dump information. She believed that all children should receive a broad education, which she likened to spreading a feast of great ideas before them.
(Charlotte menekankan bagaimana memperlakukan setiap anak sebagai pribadi, bukan sebagai wadah dimana Anda membuang informasi. Dia percaya bahwa semua anak harus menerima pendidikan yang luas. Ibaratnya dengan menyebarkan ide-ide besar terlebih dahulu kepada mereka)
Sebagai diri sendiri, dapat membentuk suasana pendidikan yang mengayomi dengan tidak membandingkan nilai satu anak dengan anak lainnya. Juga dengan tidak bertanya ranking berapa mereka saat ini. Pun dengan tidak memberikan kalimat negatif yang dapat merendahkan semangat belajar mereka. Kita dapat bersikap terbuka pada siapa saja yang hendak bertanya soal pelajaran, atau menceritakan pelajaran dengan bahasa ringan. Kondisi lingkungan seperti ini dapat menurunkan ketegangan anak dapat menempuh pendidikannya di sekolah.
Sebagai orang tua, dapat memulai dengan memperkenalkan budaya membaca sedari dini. Mengenalkan buku pada anak, melalui membacakan cerita apabila anak belum dapat membaca. Tidak memaksa anak untuk terus belajar, bersikap tenang ketika anak mendapatkan nilai merah, hingga menceritakan kisah-kisah tokoh inspiratif yang dapat menjadi idola mereka.
Sebagai guru, ikonik dunia pendidikan, agaknya mulai menciptakan suasana belajar yang santai serta sarat akan hiburan. Sesekali menonton film yang sesuai dengan usia mereka, membuatkan kelompok agar murid-murid dapat bereksperimen, hingga bersikap terbuka kapan saja kepada setiap siswa-siswinya. Guru, sebagai pihak yang terjun di lapangan langsung, juga dapat bersuara agar menghasilkan kurikulum yang terus lebih sempurna.
Sebagai pemerintah, memiliki tanggung jawab penuh dalam penyusunan sistem pendidikan yang kondusif. Bagaimana pun juga, anak-anak tersebut yang nantinya akan menduduki jabatan di level pemerintahan kelak.
Disinilah letaknya pengaruh lingkungan bagi kehidupan di sekolah. Apa yang berserakan di sekeliling mereka akan memberi dampak bagi mereka kembali. Sesuai dengan penggalan puisi Dorothy Law Nolte berjudul “Anak Belajar dari Kehidupannya”:
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
[Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.sc., Psikologi Komunikasi, hal.103, 2001, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung]
Dengan dukungan seluruh pihak dan tekad yang kuat, kita akan mampu menyusun sistem pendidikan terbaik bagi murid-murid di negeri ini. Masalah pendidikan yang menggelayut saat ini, bagaikan labirin luas, semuanya dapat dikubur dengan inovasi secara simultan. Berawal dengan menyusun kerangka di otak kalau guru adalah ibu sekolah murid-murid, kalau guru adalah pekerjaan yang bernilai tinggi, kalau guru adalah sahabat para siswa. Sebagai Kata Penutup Saya, Ada Kalimat “Besar” yang perlu kita ingat :

“Guru adalah salah satu penentu masa depan bangsa.”


n/b. kutipan dari :
https://wurinugraeni.wordpress.com/2012/11/11/menciptakan-kehidupan-sekolah-yang-kondusif/